Keluarga adalah tempat atau lingkungan yang pertama dan utama bagi individu. Kita sejak lahir hingga saat ini di besarkan di lingkungan keluarga, sebab itu pendidikan pertama dan utama kita peroleh dari lingkungan keluarga itu sendiri, dalam hal ini peran keluarga atau khususnya orang tua sangat besar pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Demikian pula halnya dengan sekolah yang merupakan rumah ke dua bagi siswa sedangkan tenaga pendidik adalah orang tua atau keluarga ke dua bagi siswa, begitu pula dengan pemahaman tentang diri anak, guru dapat “memahami” siswanya ke dua setelah keluarga. Guru dapat memahami bagaimana lingkungan sosial, belajar maupun keperibadiannya hanya saja ada perbedaan pola asuh.
Slater (Elizabeth Hurlock 1974:353) mengungkapkan tentang empat pola dasar relasi orang tua-anak yang bipolar beserta pengaruhnya terhadap kepribadian anak, yaitu :
1. Tolerance-intolerance
Pengaruh yang mungkin dirasakan dari adanya sikap orang tua yang penuh toleransi, memungkinkan anak untuk dapat memiliki ego yang kuat. Sebaliknya, sikap tidak toleran cenderung akan menghasilkan ego yang lemah pada diri anak.
1. Permissiveness – strictness
Relasi orang tua-anak yang permisif dapat membentuk menunjang proses pembentukan kontrol intelektual anak, namun sebaliknya kekerasan berdampak pada pembentukan pribadi anak yang impulsif.
1. Involvement – detachment
Seorang anak cenderung akan menjadi ekstrovert, manakala orang tua dapat menunjukkan sikap mau terlibat dan peduli . Sebaliknya, sikap orang tua yang terlalu membiarkan berdampak terhadap pembentukan pribadi anak yang introvert.
1. Warmth – coldness
Relasi orang tua-anak yang diwarnai kehangatan memungkinkan anak memiliki kemampuan untuk dapat melibatkan diri dengan lingkungan sosialnya. Sebaliknya, relasi orang tua-anak yang dingin akan menyebabkan anak senantiasa menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Dari ke empat relasi ini hendaknya dapat kita jadikan landasan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak kita, begitu pula dengan kebutuhan-kebutuhan yang mendukung lainnya demi terbentuknya pribadi yang bermutu bagi anak-anak bangsa. Karena jika kebutuhan dasar tidak terpenuhi dapat menyebabkan ke-tidak seimbangan perkembangan anak dan hal ini merupakan salah satu faktor penyebab tingginya angaka putus sekolah, di satu sekolah dalam satu tahun terdapat 2-3 orang anak yang memutuskan untuk berhenti sekolah, jika kita kalikan dengan jumlah sekolah yang ada maka angka yang kita dapat akan menakjubkan sekaligus memperihatinkan.
Selain faktor sosial keluarga juga ada faktor penyebab yang tak kalah pentingnya yaitu Faktor Ekonomi
Masalah keterbatasan ekonomi sering menjadi alasan para orang tua maupun siswa untuk memutuskan hubungan dengan sekolah, siswa malu masuk sekolah lagi gara-gara di tagih uang BP3/SPP dan berapa siswa yang malu untuk sekolah gara-gara tidak bisa bayar buku atau LKS, entah berapa orang tua yang menangis datang ke sekolah dengan membawa surat keterangan tidak mampu dan berharap anaknya di bebaskan dari segala bentuk pembayaran di sekolah, ada juga orang tua yang terpaksa menjadi TKI untuk menopang kelangsungan hidup keluarga dan demi kelanjutan pendidikan anak-anak mereka. Kalaupun ada bantuan bagi siswa yang kuarang mampu di kucurkan oleh pemerintah namun tidak sebanding dengan jumlah siswa yang kurang mampu, kadang kala juga terkesan tidak tepat sasaran. Ini merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah dan butuh kepedulian dari seluruh elemen masyarakat.
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:
1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.
2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih.
3. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.
4. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan penting.
5. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan menyiapkan sarana penyelewengan anak.
Peran keluarga dalam mendidik anak.
Tugas mendidik anak adalah tugas utama yang sangat besar perannya terhadap kesuksesan keluarga. Sekaya dan sesukses apapun kehidupan sebuah keluarga, bisa menjadi tak berarti apa-apa ketika anak kita ternyata tidak bisa menjadi pribadi seperti yang diharapkan orangtua, bahkan terjerumus kedalam jurang kesalahan dan kemaksiatan.
Banyak orang yang salah pengertian terhadap tugas mendidik anak ini, apakan menjadi tugas Ayah ataukan Ibu? Sebagian besar Ayah menyerahkan total kepada Ibu, sementara kebanyakan Ibu mengeluh karena Ayah berlepas tangan sama sekali.
Tugas ini memang tanggung jawab bersama Ayah dan Ibu, dengan Ayah tetap sebagai penanggung jawab utamanya. Namun tugas ini tak harus dilaksanakan sendiri oleh Ayah, karena ada Ibu yang bisa mambantu. Bahkan Ibu memiliki karakter sifat yang lebih tepat sebagai pendidik anak. Karena secara teknis Ibu-lah yang kemudian bertanggung jawab terhadap pendidikan anak tersebut, maka adalah menjadi kewajiban Ayah-lah untuk mendidik istri agar pandai.
Dan yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sini berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tataran teoritis maupun praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak serta emosional kepada anak-anaknya, pertama mereka sendiri harus mengamalkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar